Pages

Subscribe:

Jumat, 20 Juli 2012

Wakasa Gold vs demam Berdarah

DBD Masih Mengancam Kita



Kesaksian ini saya tulis dengan harapan bisa membantu proses penyembuhan para penderita demam berdarah. Penyakit yang telah merenggut nyawa anggota masyarakat itu menyerang ayah saya, Kiki Mihardja. Kami sekeluarga bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa ternyata proses penyembuhan ayah saya bisa berlangsung lebih cepat dari pasien lainnya. Berikut ini kronologis peningkatan trombosit ayah saya berkat mengonsumsi produk makanan kesehatan CNI, Wakasa Gold.
Tanggal 14 Februari 2006
Karena sakit dengan kondisi lemas, ayah saya disarankan melakukan pemeriksaan darah di laboratorium. Sore harinya, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan angka trombositnya 21.000. Dokter menyarankan ayah saya harus rawat inap di rumah sakit.

Pukul 18.00: ketika berada di rumah sakit, saya memberikan ayah saya 30 ml (1/2 sloki) Wakasa Gold.
Pukul 18.58: dilakukan pemeriksaan laboratorium. Rencananya, jika angka trombosit terus menurun, ayah saya harus masuk ruang Intensive Care Unit (ICU). Luar biasa, ayah saya tidak jadi masuk ruang ICU karena trombosit sudah meningkat menjadi 30.000.
Pukul 22.00: ayah saya minum 30 ml lagi.


Tanggal 15 Februari 2006
Pukul 01.30: dilakukan pemeriksaan darah lagi. Luar biasa, trombosit ayah saya naik menjadi 63.000.
Pukul 16.27: trombosit ayah saya sudah mencapai 82.000.


Tanggal 16 Februari 2006
Pukul 01.03: trombosit ayah saya menunjukkan angka 121.000.
Pagi harinya, dokter memperbolehkan pulang dari rumah sakit.


Kenyataan itu tentu membuat keluarga pasien sekamar yang sama-sama sakit demam berdarah heran. Dalam tempo 36 jam, dari tanggal 14 Februari pukul 6 sore – 16 Februari pagi, ayah saya sudah boleh pulang dari rumah sakit. Sementara anak yang sudah menjalani rawat inap 4 hari, trombositnya tidak kunjung meningkat. Sehingga sang ayah mau mengikut langkah saya, mencoba memberikan Wakasa Gold kepada anaknya yang sakit demam berdarah. Terbukti, setelah mengonsumsi Wakasa Gold, trombosit anaknya meningkat dari 16.000 naik menjadi 164.000, dalam tempo 2 hari.



(Jefta Agustinus, Jakarta)

Sumber : www.cni.co.id 

Wakasa Gold vs Demam Berdarah

 Wakasa Gold
Mempercepat Penyembuhan Demam Berdarah

Tim peneliti dari Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Karya Bhakti Bogor dan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian terhadap penggunaan Wakasa Gold untuk percepatan peningkatan trombosit pada penderita penyakit demam berdarah.

Penelitian dilakukan bulan Mei 2009 hingga Oktober 2009 terhadap pasien demam berdarah di Rumah Sakit Karya Bhakti Bogor. Dan ini adalah penelitian CGF pertama di dunia untuk masalah penyakit tropis.

Hasil penelitian

Penderita demam berdarah yang diberikan Wakasa Gold menjalani masa perawatan lebih pendek / penyembuhan lebih cepat
Kenaikan trombosit dan penurunan hematokrit terjadi lebih cepat.
CGF sangat membantu pengobatan penderita demam berdarah, dengan konsep regenerative medicine yaitu melengkapi kebutuhan gizi secara seimbang untuk mengoptimalkan regenerasi sel.

Pasien dengan CGF 40%
Pasien tanpa CGF 40%
Lama penyembuhan dengan trombosit awal < 50.000
3,09 hari
4,20 hari
Lama penyembuhan dengan trombosit awal > 50.000
2,37 hari
4,50 hari
Lama perawatan di RS
2,76 hari
4,43 hari
Sembuh lebih cepat, penderitaan lebih singkat, biaya lebih hemat

APA ITU DEMAM BERDARAH ?
Dengue adalah homonim dari bahasa Afrika, ki denga pepo, suatu penyakit yang pernah mewabah di wilayah Karibia, Amerika Tengah, pada tahun 1827 – 1828. Kini demam tersebut dikenal dengan nama Demam Dengue (DD), penyakit yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti ini tersebar luas di antara garis lintang Utara 35o dan Selatan 35o. Di Indonesia Demam Dengue (DD) telah menjadi wabah musiman sejak tahun 1968, bahkan hingga kini masih saja menimbulkan masalah kesehatan nasional. Pada tahun 1998 terjadi wabah DD di Indonesia yang menyerang hingga sejumlah 58.000 penderita.
Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit  yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae.
TANDA DAN GEJALA

Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot  dan ruam; ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan - pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk. Kondisi waspada ini perlu disikapi dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupun keluarga yang harus segera konsultasi ke dokter apabila pasien/penderita mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut. Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan gejala-gejala tersebut.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular dapat mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini:

  • Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
  • Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.
  • Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur, dsb.
  • Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.
Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian.
PENULARAN

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang.
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.

PENYEBARAN

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia.

PENCEGAHAN

Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam berdarah.
Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit demam berdarah, sebagai berikut:
  1. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan istirahat yang cukup;
  2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat menampung air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur barang-barang bekas tidak baik, karena dapat menyebabkan polusi tanah. Akan lebih baik bila barang-barang bekas tersebut didaur-ulang;
  3. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan bubuk abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk;
  4. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila penderita mengalami demam atau panas tinggi;
  5. Jika terlihat tanda-tanda syok, segera bawa penderita ke rumah sakit.
  6. Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang)
  7. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
PENGOBATAN

Bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.

Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena. Meskipun demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan alternatif harus tetap dipertimbangkan.

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah, pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan, di antaranya adalah:

  • a. Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien yang menderita DBD.
  • b. Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-BBM/ program kartu sehat . (SK Menkes No. 143/Menkes/II/2004 tanggal 20 Februari 2004).
  • c. Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD.
  • d. Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD. Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik).
  • e. Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur).

WAKASA VS DBD

Penelitian ini dilakukan di RSKB dari bulan Mei 2009 hingga Oktober 2009. Penelitian baru dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Panitia Etik FKUI. Subyek penelitian dipilih dengan metoda consecutive sampling, berdasarkan diagnosis yang sesuai dengan kriteria WHO 1997, serta memenuhi kriteria yang diajukan seperti dibawah ini.

Kriteria Inklusi
  1. Demam hingga 7 hari.
  2. Serologi Dengue Ig M (+) atau NS1 positiv.
  3. Trombosit <100.000/mm3.
  4. IMT     ♂ 20,2 – 27; ♀  18,9 – 25,2.
  5. Tidak menderita penyakit dengan gangguan fungsi imun (Tuberkulosis, Diabetes Melitus Tipe2, sirosis hepatis atau gagal ginjal kronik).
  6. Nilai SGOT/SGPT dalam batas normal.
  7. Bersedia ikut penelitian dan menandatangani informed consent.

Kriteria Eksklusi
  1. Wanita hamil
  2. Menderita penyakit TBC, DM, sirosis hepatis, gagal ginjal kronik
  3. Mengalami sindroma SRD.

Pasien rawat inap yang memenuhi kriteria seperti di atas ditawari untuk ikut dalam penelitian. Hanya subyek yang telah menandatangani informed consent yang diikutsertakan sebagai subyek penelitian. Selanjutnya subyek dirandomisasi ke dalam dua kelompok (pok), yaitu pok perlakuan dan pok kontrol.

CGF 40% yang diberikan merupakan produk dibuat dari ganggang air tawar, diekstrak guna memanen derivat asam nukleat dari sel-sel yang telah dikeringkan sebelumnya dengan air panas (80oC). Selanjutnya substansi yang kaya akan asam nukleat serta asam amino tersebut dipisahkan dari residu padatnya dengan sentrifugasi, dari mana supernatan yang dihasilkan kemudian disaring dengan metode mikrofiltrasi.
Saat masuk pasien diperiksa oleh dokter poliklinik, jaga atau dokter spesialis penyakit dalam, meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium, seperti Hb, Ht, trombosit, IgM anti DEN/NS1, ureum, GOT, GPT, dan Prot T/A/G. Selanjutnya di ruang rawat inap dokter spesialis yang merawat melakukan pemeriksaan lanjut.
Kedua kelompok mendapat perawatan rumah sakit standar. Selama penelitian pok perlakuan mendapat bahan intervensi CGF 40% dengan dosis 1 x 30 ml per hari, serta terapi standar yang dianjurkan WHO, 1997. Di lain pihak pok kontrol hanya mendapat terapi standar saja. Pemeriksaan trombosit, hemoglobin dan hematokrit dilakukan setiap hari. Bila kemudian disertai pula oleh penyakit infeksi lain seperti demam tifoid, selain mendapat terapi standar perlu pula mendapat tambahan antibiotik ciprofloxasin.

Henti rawat atau pengakhiran penelitian dilakukan apabila tercapai kondisi klinik dan laboratorik yang memenuhi kriteria pemulangan subjek dari RS, atau pasien jatuh ke dalam DBD berat atau SRD yang ditentukan oleh dokter spesialis penyakit dalam yang merawat. Kriteria laboratorik pemulangan subjek adalah bebas dari simptom dan gejala DBD serta pencapaian jumlah trombosit di atas 100.000/mm3.
Alur Pengambilan Data Penelitian.

Sejumlah 84 subyek berhasil diikutsertakan ke dalam penelitian hingga akhir penelitian. Dari jumlah tersebut terdapat sebanyak 42 perempuan dan 42 pria yang kemudian dirandomisasi secara berimbang ke dalam dua kelompok, yaitu pok perlakuan dan pok kontrol.

Bila ditelaah lebih lanjut pada pok perlakuan, lama penyembuhan pada subyek dengan trombosit awal <50.000 diperoleh sebesar 2,37 hari. Lama penyembuhan tersebut ternyata lebih cepat bila dibandingkan dengan subyek yang trombosit awal >50.000  sebesar 3,09 hari, p =0,112.

Hingga kini obat anti virus yang dapat digunakan untuk terapi kausal DD belum tersedia. Oleh sebab itu tata-laksana DD, sesuai dengan anjuran WHO, diarahkan pada penggantian cairan tubuh yang hilang, mengatasi demam tinggi, mengoreksi gangguan elektrolit dan metabolik, mengantisipasi timbulnya renjatan dan DIC (disseminated intravascular coagulation), serta memastikan asupan makanan yang cukup gizi.

Status gizi yang mumpuni adalah faktor utama yang diperlukan untuk memperoleh tingkat regenerasi sel optimal. Sejauh ini diketahui bahwa status gizi kurang berkaitan dengan kapasitas imunoregulatoris sel. Pada hal penderita dengan baik DD maupun DBD terbukti memiliki tingkat imunoregulatoris yang kurang memadai. Lebih lanjut pada kondisi morbid pada DD terjadi penurunan nafsu makan, mual dan muntah yang tentunya mempersulit pemenuhan kebutuhan gizi secara kualitas dan kuantitas. Oleh sebab itu faktor gizi yang berperan sentral dalam patologi penyakit DD perlu disikapi, khususnya guna memperoleh status gizi yang mumpuni.

Pemberian suplemen makanan untuk melengkapi kebutuhan gizi yang mumpuni guna memfasilitasi regenerasi sel yang optimal dalam jangka pendek merupakan pilihan alternatif. Sejalan dengan pandangan tersebut serta sesuai dengan hasil pengamatan Dr. Michinori Kimura, ganggang chlorella yang telah terbukti kaya akan derivat asam nukleat DNA/RNA, Chlorella Growth Factor (CGF) serta asam amino esensial dapat dipertimbangkan. Chlorella Growth Factor (CGF) diketahui potensial mempromosikan pertumbuhan sel lebih cepat melalui mekanisme peningkatan fungsi RNA/DNA. CGF mendorong optimalisasi sintesis protein, enzim dan energi pada tingkat seluler. Disamping itu CGF merangsang perbaikan sel-sel dan jaringan dari kerusakan, meningkatkan sistem imun. Apabila dikonsumsi secara reguler CGF bermanfaat untuk memperbaiki materi genetik sel-sel manusia yang rusak, sehingga dapat digunakan sebagai obat untuk tujuan regenerasi sel-sel tubuh yang rusak.

Pada penelitian ini pemberian CGF ke pada kelompok perlakuan pada penelitian ini terbukti memperpendek masa perawatan di rumah sakit (2,76 hari) secara bermakna (p=0,000).

Konklusi pada penelitian ini terbukti bahwa CGF mampu memperagakan konsep regenerative medicine secara bermakna, dengan cara mempercepat waktu penyembuhan, merangsang peningkatan fungsi produksi sumsum tulang, menekan stress oksidatif, dan memperbaiki gangguan vaskulopatia akibat peningkatan permeabilitas vaskuler akibat infeksi VDEN.
Mengingat belum adanya obat virusid yang tersedia, sewajarnya health promotion dtegaskan sebagai salah satu upaya pencegahan DD, dengan cara meningkatkan status gizi setiap insan yang hidup di daerah endemis dapat ditingkatkan sehingga kelak diharapkan berperan meredam keganasan VDEN. Pemberian suplemen makanan dalam hal ini tentu merupakan pilihan yang bijak.